1. Monopoli
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari
kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual.
Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian
monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan
(supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002).
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
2.
Azas dan Tujuan
a. Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
b. Tujuan
Tujuan yang
terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
1.
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat
2.
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
3.
Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.
3.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang
KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil
penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja
yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti
Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan
dijelaskan dalam Pasal 49.
a. Pasal 48
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai
dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal
28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan
Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar
rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
·
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
b. Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan
Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
·
pencabutan izin usaha; atau
·
2) larangan kepada
pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
·
3) penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak
lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran
tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana.
4.
Negara Yang
Menganut Anti Monopoli
Amerika
Serikat.
Di Amerika
Serikat pada tahun 1890, Kongres menyetujui pemberlakuan Undang-undang yang
berjudul “Act to Protect Trade and Commerce Against Unlawful Restraint and
Monopolies”. Undang-undang itu lebih dikenal sebagai Sherman Act sesuai
dengan nama penggagasnya. Akan tetapi dikemudian hari muncul serangkaian aturan
perundangan untuk melengkapinya, sebagai berikut:
1. Sherman
Antitrust Act (1890)
2. Clayton
Act (1914)
3. Federal
Trade Commision Act (1914)
4. Robinson-Patman
Act (1934)
5. Celler-Kefauver
Anti Merger Act (1950)
6. Hart-Scott-Rodino
Antitrust Improvement Act (1976)
7. International
Antitrust Enforcement Assistance Act (1994)
Banyaknya aturan hukum
anti-monopoli tersebut merupakan refleksi pemerintah Amerika Serikat agar
efektif dan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ekonomi guna menjaga
dan menciptakan persaingan usaha yang sehat. Hal ini sekaligus indikasi bahwa
dunia bisnis dan ekonomi telah berkembang dengan pesat dan sangat
dinamis.
Jepang
Pada tanggal 14
April 1947, Majelis Nasional (Diet) Jepang mengesahkan undang-undang yang
diberi nama “Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance
of Fair Trade”, atau dikenal dengan Dokusen Kinshi Ho. Dengan
berlakunya undang-undang ini beberapa raksasa industry (zaibatsu) Jepang
terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi beberapa perusahaan yang
lebih kecil. Mitsubishi Heavy Industrydipecah menjadi 3
perusahaan. The Japan Steel Corp dipecah menjadi 2 perusahaan
terpisah.
Korea Selatan
Undang-undang
No. 3320 yang diberi nama “The Regulation of Monopolies and Fair Trade Act” disyahkan pada tanggal 31 Desember 1980. Dengan dekrit Presiden UU
tersebut diberlakukan pada April 1981. Mengingat pesatnya perekonomian Negara
maka UU tersebut telah mengalami 7 kali amandemen.
Australia
Sebagai Negara anggota
Persemakmuran yang anggotanya adalah Negara-negara eks jajahan Inggris, maka
Australia telah mendasarkan dirinya kepada ekonomi pasar. Oleh karenanya sejak
tahun 1906 Australia telah memiliki “The Australian Industries Preservation
Act” yang berisi larangan monopoli dan percobaan monopoli serta
praktek-praktek dagang yang bersifat anti-persaingan. Karena pesatnya
perekembangan ekonomi maka setidaknya telah terjadi 3 kali amandemen atas UU
tersebut.
Jerman
Sejak tahun
1909, Jerman telah memiliki Gesetz gegen Lauteren Wettbewerb UWG(Undang-undang
Melawan Persaingan Tidak Sehat). Namun sejak selesainya Perang Dunia II dimana
Negara Jerman terbagi menjadi 2 yaitu Jerman Barat dan Timur yang berbeda
system ekonominya, maka UU tersebut tidak relevan lagi. Di Jerman Timur yang
menganut system ekonomi sosialis dimana perekonomian disusun dan dilaksanakan
secara terpusat oleh Pemerintah maka UU anti-monopoli menjadi tidak relevan,
sebaliknya di Jerman Barat yang system ekonominya berorientasi pasar emskipun
dijalankan dengan system sosialis tetap diperlukan UU anti-monopoli. Dengan
alasan itu parlemen (Bundestag) menyetujui diundangkannya Gesetz
gegen Wettbewerbsbescrankungen (UU Perlindungan Persaingan) yang lebih
dikenal dengan sebutan Kartel Act.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar