Sabtu, 18 Januari 2020

Hubungan Serikat Karyawan Manajemen


HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN MANAJEMEN
A.  Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan. 

B.  Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Berikut dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau pihak-pihak lain:
1.      UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2.      Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3.      UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
4.      Pasal 104 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Sehingga syarat dan langkah pembentukan serikat karyawan adalah sebagai berikut:
1.       Kumpulkan minimal 10 orang untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh,
2.       Mendaftarkan serikat pekerja/serikat buruh ke Dinas Tenaga Kerja berdasarkan domisili perusahaan,
3.       Menginformasikan kehadiran serikat pekerja/serikat buruh ke manajemen perusahaan dengan memberikan salinan AD/ART dan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh dari Dinas Tenaga Kerja

C.  Langkah – Langkah Pihak Manajemen
1.      Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan
2.      Mengembangkan rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual.
3.      Memilih karyawan yang qualified.
4.      Menetapkan standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
5.      Melatih karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6.      Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.

D.  Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Factor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektip
1.      Cakupan rundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.
2.      Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan :
a)      Pemogokan
b)      Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
c)      Boycotts.
3.      Peran pemerintah
Serikat karyawan dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
4.      Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)

E.  Kesepakatan Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
1.      UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.      UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
3.      UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
4.      PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
5.      Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

F.   Hubungan Pekerja – Manajemen
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.
Kerangka hubungan serikat pekerja dan karyawan:
1.      Para pekerja dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat)
2.      Para manajer (manajemen)
3.      Wakil-wakil pemerintah dalam bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif
Hubungan manajemen dengan serikat pekerja:
1.      Memformalkan hubungan antar karyawan
2.      Adanya perlakuan yang sama antar karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja
Hubungan pekerja dengan manajemen:
1.      Didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang menyangkut hak-hak karyawan dan kewajiban yang harus dilaksanakan
2.      Hak-hak karyawan antara lain mengenai gaji, bonus, hak cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain
3.      Kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang tugas masing-masing
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, danperselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat. Seandainya penyelesaian ini tidak tercapai,maka penyelesaian dilakukan melalui prosedur penyelesaian hubungan industrial yang diatur dengan Undang-Undang. Saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengaturnya yakni UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

G.    Tindakan Disiplin dan Pengaduan
Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk. Apabila seorang karyawan mempunyai keluhanterhadap organisasi atau manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalahnya.
Agar dapat berkompetisi secara efektif, organisasi harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus dimotivasi untuk tetap bertahan bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka yang memiliki kinerja rendah didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau kalau perlu dipaksa untuk meninggalkan organisasi. Bagaimanapun juga, mempertahankan orang-orang yang berkinerja tinggi tidaklah selalu mudah. Untuk melaksanakan hal tersebut, organisasi dapat menggunakan program-program seperti, pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan pengembangan karir.
Asas Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1.      Asas Keprofesionalan, yakni pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas;
2.       Asas Persamaan Perlakuan, yakni setiap pelapor/pengadu berhak mendapatkan pelayanan yang adil;
3.       Asas Keterbukaan, yakni setiap pelapor/pengadu dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi terkait pelayanan penanganan pengaduan;
4.       Asas Akuntabilitas, yakni proses penyelenggaraan pelayanan pengaduan harus dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan;
5.       Asas Kecepatan, Kemudahan dan Keterjangkauan, yakni  pelayanan  pengaduan diselenggarakan secara cepat, mudah dan terjangkau.
Prinsip Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1.      Obyektivitas, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus berdasarkan fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu;
2.      Koordinasi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan dengan kerjasama yang baik antar pejabat yeng berwenang dan terkait berdasarkan meknisme, tata kerja dan prosedur yang berlaku;
3.      Efektivitas dan Efisiensi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya;
4.      Kehati-hatian, yakni penanganan terhadap suatu pengaduan dilakukan secara berhati-hati dan apabila dibutuhkan harus dijaga kerahasiaannya sebagaima ketentuan peraturan perundang-undangan
Pelayanan penanganan pengaduan
Tiap-tiap satuan kerja berkewajiban menyelenggarakan pelayanan penanganan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin pegawai. Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan penanganan pengaduan tiap-tiap satuan kerja berkewajiban:
1.      menindaklanjuti setiap pengaduan yang diterima;
2.      menyediakan sarana pengaduan;
3.      menugaskan pelaksana pelayanan yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan;
Hak pelapor/pengadu :
1.      Pelapor/pengadu berhak menyampaikan pengaduan berupa keluhan, kritik, dan pernyataan ketidakpuasan lainnya atas pelayanan yang diterima.
2.      Pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pelapor/pengadu menerima pelayanan.
3.      Pelapor/pengadu berhak memperoleh tanggapan sebagai tindak lanjut atas pengaduan yang disampaikannya sesuai prosedur dan mekanisme yang ditetapkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.      Pelapor/pengadu berhak mengetahui hasil penanganan pengaduan terhadap pengaduan yang disampaikannya.

Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar