HUBUNGAN
SERIKAT KARYAWAN MANAJEMEN
A. Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para
pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi,
dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial,
ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan
serikat karyawan tersebut adalah kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini,
berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan gaji atau upah, pengurangan jam
kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa contoh kepentingan
yang terpenting bagi serikat karyawan.
B. Landasan
Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Berikut
dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk
serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau
pihak-pihak lain:
1. UUD
1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2. Konvensi
ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3. UU
No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
4. Pasal
104 ayat (1) UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. Pasal
5 ayat (1) UU No. 21
Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh,
Sehingga syarat dan langkah
pembentukan serikat karyawan adalah sebagai berikut:
1.
Kumpulkan minimal 10 orang untuk membentuk serikat
pekerja/serikat buruh,
2.
Mendaftarkan serikat pekerja/serikat buruh ke Dinas
Tenaga Kerja berdasarkan domisili perusahaan,
3.
Menginformasikan kehadiran serikat pekerja/serikat
buruh ke manajemen perusahaan dengan memberikan salinan AD/ART dan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh dari Dinas
Tenaga Kerja
C. Langkah
– Langkah Pihak Manajemen
1. Merancang
pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan
2. Mengembangkan
rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual.
3. Memilih
karyawan yang qualified.
4. Menetapkan
standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
5. Melatih
karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6. Menilai dan
menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.
D. Perundingan
Kolektif
Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan
serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja.
Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus
menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Factor-faktor
Pengaruh dalam Perundingan Kolektip
1. Cakupan rundingan
Yaitu banyaknya
buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam
suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu
industry.
2.
Tekanan-tekanan perundingan serikat
karyawan
Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih
kuat yang kadang-kadang digunakan :
a) Pemogokan
b) Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu
diadakan pemogokan.
c) Boycotts.
3. Peran pemerintah
Serikat karyawan
dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan
berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam
bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
4. Kesediaan perusahaan
Kesediaan
perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan
oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen
dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing,
demosi dan sebagainya)
E.
Kesepakatan Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain
adalah:
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan
Majikan
3. UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai
Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
4. PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
5. Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan
Kesepakatan Kerja Bersama
F.
Hubungan Pekerja – Manajemen
Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Hubungan
industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repubik
Indonesia Tahun 1945.
Kerangka
hubungan serikat pekerja dan karyawan:
1. Para pekerja
dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat)
2. Para manajer (manajemen)
3. Wakil-wakil
pemerintah dalam bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif
Hubungan
manajemen dengan serikat pekerja:
1.
Memformalkan hubungan antar karyawan
2.
Adanya perlakuan yang sama antar karyawan yang
tergabung dalam serikat pekerja
Hubungan
pekerja dengan manajemen:
1.
Didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja
yang menyangkut hak-hak karyawan dan kewajiban yang harus dilaksanakan
2.
Hak-hak karyawan antara lain mengenai gaji, bonus, hak
cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain
3.
Kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang
tugas masing-masing
Perselisihan
hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, danperselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan secara musyawarah dan
mufakat. Seandainya penyelesaian ini tidak tercapai,maka penyelesaian dilakukan
melalui prosedur penyelesaian hubungan industrial yang diatur dengan Undang-Undang.
Saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengaturnya yakni UU No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
G.
Tindakan Disiplin dan Pengaduan
Disiplin
karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi
untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan
kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk. Apabila seorang karyawan
mempunyai keluhanterhadap organisasi atau manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan masalahnya.
Agar dapat
berkompetisi secara efektif, organisasi harus mengambil langkah-langkah untuk
menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus dimotivasi untuk tetap bertahan
bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka yang memiliki kinerja rendah
didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau kalau perlu dipaksa untuk
meninggalkan organisasi. Bagaimanapun juga, mempertahankan orang-orang yang
berkinerja tinggi tidaklah selalu mudah. Untuk melaksanakan
hal tersebut, organisasi dapat menggunakan program-program seperti,
pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan pengembangan karir.
Asas
Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1. Asas
Keprofesionalan, yakni pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas;
2. Asas Persamaan Perlakuan, yakni setiap
pelapor/pengadu berhak mendapatkan pelayanan yang adil;
3. Asas Keterbukaan, yakni setiap pelapor/pengadu
dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi terkait pelayanan
penanganan pengaduan;
4. Asas Akuntabilitas, yakni proses
penyelenggaraan pelayanan pengaduan harus dapat dipertanggungjawabkan
sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Asas Kecepatan, Kemudahan dan Keterjangkauan, yakni pelayanan pengaduan diselenggarakan secara cepat,
mudah dan terjangkau.
Prinsip
Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1.
Obyektivitas, yakni kegiatan penanganan pengaduan
harus berdasarkan fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu;
2.
Koordinasi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus
dilaksanakan dengan kerjasama yang baik antar pejabat yeng berwenang dan
terkait berdasarkan meknisme, tata kerja dan
prosedur yang berlaku;
3.
Efektivitas dan Efisiensi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya;
4.
Kehati-hatian, yakni penanganan terhadap suatu
pengaduan dilakukan secara berhati-hati dan apabila dibutuhkan harus dijaga
kerahasiaannya sebagaima ketentuan peraturan perundang-undangan
Pelayanan
penanganan pengaduan
Tiap-tiap satuan
kerja berkewajiban menyelenggarakan pelayanan penanganan pengaduan dugaan
pelanggaran disiplin pegawai. Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan
penanganan pengaduan tiap-tiap satuan kerja berkewajiban:
1. menindaklanjuti
setiap pengaduan yang diterima;
2. menyediakan
sarana pengaduan;
3. menugaskan
pelaksana pelayanan yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan;
Hak
pelapor/pengadu :
1. Pelapor/pengadu berhak menyampaikan pengaduan berupa keluhan, kritik, dan pernyataan
ketidakpuasan lainnya atas pelayanan yang diterima.
2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pelapor/pengadu menerima pelayanan.
3. Pelapor/pengadu berhak memperoleh tanggapan sebagai tindak lanjut atas pengaduan yang disampaikannya sesuai prosedur
dan mekanisme yang ditetapkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pelapor/pengadu
berhak mengetahui hasil penanganan pengaduan terhadap pengaduan yang disampaikannya.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar