Sabtu, 18 Januari 2020

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

A.  Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja yang terjadi karena berbagai sebab. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan pengusaha. (Husni, 2003)
Sedangkan menurut Halim (1990: 136) bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu. Menurut Pasal 1 ayat 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15A/MEN/1994, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.(Khakim,2003)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan. Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).


B.  Arti dan Sebab – Sebab PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
Penyebab hubungan kerja dapat berakhir
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1.      pekerja meninggal dunia
2.      jangka waktu kontak kerja telah berakhir
3.      adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
4.      adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

C.  Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam literatur Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan dikenal ada beberapa jenis PHK yaitu:
a.    Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1.      Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
2.       Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
3.      Mabuk, meminum-minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
4.       Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
5.      Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
6.       Menbujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7.       Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbukan kerugian bagi perusahaan;
8.       Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
9.       Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
10.  Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 158 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).
Kesalahan berat dimaksud harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
a)      Pekerja/buruh tertangkap tangan;
b)      Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan;
c)       Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi
b.    Pemutusan hubungan kerja oleh buruh/pekerja
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
1.      Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
2.       Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
3.       Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
4.       Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
5.       Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
6.      Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja (Pasal 169 ayat 1)
Pekerja /buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat:
1.      Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
2.       Tidak terikat dalam ikatan dinas;
3.       Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
c.    Hubungan kerja putus demi hukum
Selain pemutusan kerja oleh pengusaha, buruh/pekerja, hubungan kerja juga dapat putus/berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan kepada buruh/pekerja, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 154 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
1.      Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bila mana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
2.       Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
3.       Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam peerjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
4.      Pekerja/buruh meninggal dunia.
d.    Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan/buruh) berdasarkan alasan penting. Alasan yang penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan keadaan di mana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja. (Husni, 2010)

D.  Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1.      Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2.      Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3.      Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4.      Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5.      Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
·         Mengurangi shift kerja
·         Menghapuskan kerja lembur
·         Mengurangi jam kerja
·         Mempercepat pension
·         Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara

E.  Mengapa PHK Dilakukan
Alasan PHK, dari mulai pekerja mengundurkan diri , kesepakatan berrsama. Selain itu:
1.       Selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
2.       Pekerja melakukan kesalahan berat
3.       Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturanperusahaan
4.       Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusahan (keinginan Karyawan)
5.       Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
6.       PHK Massal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
7.       Peleburan, penggabungan, perubahan status
8.       Perusahaan pailit
9.       Pekerja meninggal dunia
10.   Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
11.   Pekerja sakit berkepanjangan
12.   Pekerja memasuki usia pensiun

F.   Hak – Hak Karyawan Setelah PHK
Bila seorang pekerja di PHK ada 4 komponen yang dipakai sebagai kompensasi PHK yaitu :
1.      Uang Pesangon, yaitu pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja.
2.      Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), adalah pemberian uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai penghargaanberdasarkan masa kerja akibat adanya PHK.
3.      Uang Ganti Kerugian, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh sebagai ganti istirahat tahunan, istirahat panjang, biaya perjalanan pulang tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, dan fasilitas perumahan.
4.      Uang Pisah, adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh atas pengunduran diri secara baik-baik dan mengikuti prosedur sesuai ketentuan yaitu ditujukan secara tertulis 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.(Adisu, 2008)
uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh buruh/pekerja meliputi:
1.      Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
2.      Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
3.      Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
4.      Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 154 ayat 4).
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas:
1.      Upah pokok;
2.      Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.
Karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena perusahaan mengalami kepailitan Mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan. Hal ini berdasarkan Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan karena perusahaan pailit dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Referensi :



Hubungan Serikat Karyawan Manajemen


HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN MANAJEMEN
A.  Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan dominan yang diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah kepentingan ekonomi. Dalam bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan gaji atau upah, pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan. 

B.  Landasan Pertimbangan Pembentukan Serikat Karyawan
Berikut dasar hukum yang menjamin seseorang dapat aktif berserikat ataupun membentuk serikat pekerja tanpa perasaan takut atau dibatasi oleh pihak manajemen atau pihak-pihak lain:
1.      UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berorganisasi
2.      Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat
3.      UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
4.      Pasal 104 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Sehingga syarat dan langkah pembentukan serikat karyawan adalah sebagai berikut:
1.       Kumpulkan minimal 10 orang untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh,
2.       Mendaftarkan serikat pekerja/serikat buruh ke Dinas Tenaga Kerja berdasarkan domisili perusahaan,
3.       Menginformasikan kehadiran serikat pekerja/serikat buruh ke manajemen perusahaan dengan memberikan salinan AD/ART dan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh dari Dinas Tenaga Kerja

C.  Langkah – Langkah Pihak Manajemen
1.      Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan para karyawan
2.      Mengembangkan rencana yang memaksimumkan berbagai kesempatan individual.
3.      Memilih karyawan yang qualified.
4.      Menetapkan standar prestasi kerja yang adil dan obyektif.
5.      Melatih karyawan dan manajer untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.
6.      Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata.

D.  Perundingan Kolektif
Perundingan kolektif adalah suatu proses dimana perwakilan manajemen dan serikat pekerja yang bertemu untuk merundingkan satu kesepakatan tenaga kerja. Perundingan kolektif ini akan memuat persetujuan tentang ketentuan khusus menyangkut upah, jam, dan kondisi kerja.
Factor-faktor Pengaruh dalam Perundingan Kolektip
1.      Cakupan rundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan atau perjanjian kerja, seperti dalam suatu departemen, devisi, perusahaan atau keseluruhan karyawan dalam suatu industry.
2.      Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Selain penggunaan taktik tawar-menawar, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang kadang-kadang digunakan :
a)      Pemogokan
b)      Mencegah atua menghalangi karyawan-karyawan yang ingin masuk kerja sewaktu diadakan pemogokan.
c)      Boycotts.
3.      Peran pemerintah
Serikat karyawan dan buruh sering lebih mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah hubungan kerja mereka. Interverensi ini paling tidak dlam bentuk segala perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
4.      Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan serikat karyawan di tentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan menggunakan alat-alat pemaksaan (misal ; pemecatan, skorsing, demosi dan sebagainya)

E.  Kesepakatan Kerja Bersama
Adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Peraturan-peraturan yang mendasari diperlukannya KKB/PKB antara lain adalah:
1.      UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.      UU No. 1 Tahun 1954 tentang Perjajian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan
3.      UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama
4.      PP No.49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan
5.      Kepmenaker No.Per-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama

F.   Hubungan Pekerja – Manajemen
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.
Kerangka hubungan serikat pekerja dan karyawan:
1.      Para pekerja dan wakil-wakil mereka (pengurus serikat)
2.      Para manajer (manajemen)
3.      Wakil-wakil pemerintah dalam bidang legislatif, yudikatif dan eksekutif
Hubungan manajemen dengan serikat pekerja:
1.      Memformalkan hubungan antar karyawan
2.      Adanya perlakuan yang sama antar karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja
Hubungan pekerja dengan manajemen:
1.      Didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian kerja yang menyangkut hak-hak karyawan dan kewajiban yang harus dilaksanakan
2.      Hak-hak karyawan antara lain mengenai gaji, bonus, hak cuti, kenaikan gaji, dan lain-lain
3.      Kewajiban karyawan terkait dengan pelaksanaan bidang tugas masing-masing
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, danperselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat. Seandainya penyelesaian ini tidak tercapai,maka penyelesaian dilakukan melalui prosedur penyelesaian hubungan industrial yang diatur dengan Undang-Undang. Saat ini sudah terdapat undang-undang yang mengaturnya yakni UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

G.    Tindakan Disiplin dan Pengaduan
Disiplin karyawan dan prosedur menangani keluhan karyawan digunakan oleh organisasi untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelang-garan peraturan kerja organisasional atau masalah kerja yang buruk. Apabila seorang karyawan mempunyai keluhanterhadap organisasi atau manajemen, sewajarnya karyawan tersebut menggunakan prosedur untuk menyelesaikan masalahnya.
Agar dapat berkompetisi secara efektif, organisasi harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa mereka yang berkinerja bagus dimotivasi untuk tetap bertahan bekerja bersama organisasi, sedangkan mereka yang memiliki kinerja rendah didorong untuk meningkatkan kinerjanya atau kalau perlu dipaksa untuk meninggalkan organisasi. Bagaimanapun juga, mempertahankan orang-orang yang berkinerja tinggi tidaklah selalu mudah. Untuk melaksanakan hal tersebut, organisasi dapat menggunakan program-program seperti, pengembangan karyawan, pengelolaan kinerja dan pengembangan karir.
Asas Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1.      Asas Keprofesionalan, yakni pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas;
2.       Asas Persamaan Perlakuan, yakni setiap pelapor/pengadu berhak mendapatkan pelayanan yang adil;
3.       Asas Keterbukaan, yakni setiap pelapor/pengadu dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi terkait pelayanan penanganan pengaduan;
4.       Asas Akuntabilitas, yakni proses penyelenggaraan pelayanan pengaduan harus dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan;
5.       Asas Kecepatan, Kemudahan dan Keterjangkauan, yakni  pelayanan  pengaduan diselenggarakan secara cepat, mudah dan terjangkau.
Prinsip Penanganan Pengaduan terdiri dari:
1.      Obyektivitas, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus berdasarkan fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu;
2.      Koordinasi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan dengan kerjasama yang baik antar pejabat yeng berwenang dan terkait berdasarkan meknisme, tata kerja dan prosedur yang berlaku;
3.      Efektivitas dan Efisiensi, yakni kegiatan penanganan pengaduan harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya;
4.      Kehati-hatian, yakni penanganan terhadap suatu pengaduan dilakukan secara berhati-hati dan apabila dibutuhkan harus dijaga kerahasiaannya sebagaima ketentuan peraturan perundang-undangan
Pelayanan penanganan pengaduan
Tiap-tiap satuan kerja berkewajiban menyelenggarakan pelayanan penanganan pengaduan dugaan pelanggaran disiplin pegawai. Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan penanganan pengaduan tiap-tiap satuan kerja berkewajiban:
1.      menindaklanjuti setiap pengaduan yang diterima;
2.      menyediakan sarana pengaduan;
3.      menugaskan pelaksana pelayanan yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan;
Hak pelapor/pengadu :
1.      Pelapor/pengadu berhak menyampaikan pengaduan berupa keluhan, kritik, dan pernyataan ketidakpuasan lainnya atas pelayanan yang diterima.
2.      Pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pelapor/pengadu menerima pelayanan.
3.      Pelapor/pengadu berhak memperoleh tanggapan sebagai tindak lanjut atas pengaduan yang disampaikannya sesuai prosedur dan mekanisme yang ditetapkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.      Pelapor/pengadu berhak mengetahui hasil penanganan pengaduan terhadap pengaduan yang disampaikannya.

Referensi :